INDUSTRI BIDETANOL
Meningkatnya jumlah populasi di seluruh dunia telah menyebabkan peningkatan kebutuhan energi yang sebagian besar harus dipenuhi oleh sumber energi fosil. Penggunaan bahan bakar fosil berakibat pada meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan penipisan lapisan ozon, terjadi peningkatan kesadaran lingkungan secara global menimbulkan upaya penanggulangan dan pengurangan dampak negatif dari penggunaan sumber energi fosil tersebut serta menipisnya cadangan minyak bumi dunia juga menjadi masalah serius yang perlu ditanggulangi secara bertahap. Salah satu upaya yang digalakkan adalah penggunaan sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Perlu adanya upaya strategis dan sinergitas dari seluruh pihak untuk mengakselerasi pencapaian target bauran nasional pada tahun 2025, yang terdiri dari khususnya bauran EBT sebesar 23%, untuk mensubtitusi penggunaan gas bumi, minyak bumi, dan batubara. Sementara, pada tahun 2020 bauran EBT baru tercapai sebesar 120%, sehingga diperlukan adanya percepatan pengembangan industri energi yang memanfaatkan EBT sebagai bahan baku utama, di antaranya penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioetanol sebagai campuran bensin.
Selain sebagai strategi peralihan energi secara bertahap dari bahan bakar fosil menjadi bahan bakar nabati, bioetanol yang di campur kedalam bensin juga akan meningkatkan nilai oktan dikarenakan bioetanol memiliki nilai oktan sebesar 104, sehingga bensin dengan nilai oktan 90 yang di berikan 5 persen bioetanol akan meningkatkan nilai oktan menjadi 92.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang bertujuan untuk mencapai produksi bioethanol sebesar 2,7 juta kiloliter pada tahun 2024. Sehingga Indonesia memerlukan industri bioetanol baru untuk dapat memenuhi kebutuhan energi nasional tersebut.